SEMOGA DAPAT MEMBANTU ANDA DAN JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR... SEMOGA DAPAT MEMBANTU ANDA DAN JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR... SEMOGA DAPAT MEMBANTU ANDA DAN JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR...

Muangthai | Awal Sampai Datangnya Bangsa Barat

 on Wednesday 17 September 2014  

 A.       Berdirinya Negara Muangthai

Lambang Muangthai
Sebelum tahun 1939, Negara Thailand dikenal sebagai Siam, sampai saat ini nama Siam masih digunakan di kalangan orang Thai, terutama kaum minoritas Tionghoa. Thailand juga sering disebut Negeri Gajah Putih, karena gajah putih merupakan binatang yang dianggap keramat oleh penduduk. Nama lain dari Thailand adalah Muang Thai, yang berarti Negara bebas atau Negara yang tidak pernah dijajah oleh bangsa lain. Thailand adalah negara netral, karena itu juga sering disebut butter staat, artinya “negara penyangga” atau “negara pemisah”. Thailand memisahkan Myanmar (bekas koloni Inggris) disebelah barat dengan Laos dan Vietnam (bekas jajahan Perancis) disebelah timur.
Kerajaan Thai (nama resmi Bahasa Thai: Ratcha Anachak Thai atau Prathet Thai), yang lebih sering disebut Thailand dalam bahasa Inggris, atau dalam bahasa aslinya Mueang Thai (dibaca: “meng-thai”, sama dengan versi Inggrisnya, berarti “Negeri Thai”), adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Laos dan Kamboja di timur, Malaysia dan Teluk Siam di selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di barat, kerajaan Thai dahulu dikenal sebagai Siam sampai tanggal 11 Mei 1949. Kata “Thai” berarti “kebebasan” dalam bahasa Thai, namun juga dapat merujuk kepada Suku Thai, sehingga mengakibatkan nama Siam masih digunakan di kalangan warga negara Thai terutama kaum minoritas Tionghoa.
Kerajaan Thai merupakan tempat terletaknya beberapa wilayah geografis yang berbeda. Di sebelah utara, keadaannya bergunung-gunung, dan titik tertingginya berada di Doi Inthanon (2.576 m). Sebelah timur laut terdiri dari Hamparan Khorat, yang dibatasi di timur oleh sungai Mekong. Wilayah tengah negara didominasi lembah sungai Chao Phraya yang hampir seluruhnya datar, dan mengalir ke Teluk Thailand. Di sebelah selatan terdapat Tanah Genting Kra yang melebar ke Semenanjung Melayu.
Thailand juga dikenal sebagai Sukothai. Pada awalnya dikenal sebagai wilayah Buddhis agama dan wilayah itu dibagi menjadi beberapa kerajaan seperti Lanna, Lan Chang, dan Sukhothai. Tidak ada keraguan bahwa Thailand modern yang muncul dari asal geografis-politik yang kompleks dengan Bangkok sebagai modal dan Raja Rama, pertama diciptakan Chakri dinasti. Selama periode ini sejarah Thailand mendapat nama Modernitas awal atau Pencerahan oleh beberapa sejarawan.
Di awal tahun 1200, bangsa Thai mendirikan kerajaan kecil di Lanna, Phayao dan Sukhotai. Pada 1238, berdirilah kerajaan Thai yang merdeka penuh di Sukhothai ('Fajar Kebahagiaan'). Di tahun 1300, Sukhothai dikuasai oleh kerajaan Ayutthaya, sampai akhirnya direbut oleh Burma di tahun 1767. Jatuhnya Ayutthaya merupakan pukulan besar bagi bangsa Thai, namun tak lama kemudian Raja Taksin berhasil mengusir Burma dan mendirikan ibukotanya di Thon Buri. Di tahun 1782 Raja pertama dari Dinasti Chakri yang berkuasa sampai hari ini mendirikan ibukota baru di Bangkok.
Raja Mongkut (Rama IV) dan putranya, Raja Chulalongkorn (Rama V), sangat dihormati karena berhasil menyelamatkan Thailand dari penjajahan barat. Saat ini, Thailand merupakan negara monarki konstitusional, dan kini dipimpin oleh YM Raja Bhumibol Adulyadej.

B.       Perkembangan Suku-Suku Bangsa di Negara Muangthai
Kebudayaan Masa Perunggu diduga dimulai sejak 5600 tahun yang lalu di Thailand (Siam). Kemudian, datang berbagai imigran antara lain suku bangsa Mon, Khmer dan Thai. Salah satu kerajaan besar yang berpusat di Palembang, Sriwijaya, pernah berkuasa sampai ke negeri ini, dan banyak peninggalannya yang masih ada di Thailand. Bahkan, seni kerajinan di Palembang dengan Thailand banyak yang mirip.
a)        Suku Akha
Suku Akha adalah masyarakat adat suku bukit yang hidup di desa-desa kecil di dataran tinggi di pegunungan Thailand. Mereka terdapat juga di Burma, Laos, dan provinsi Yunnan di Cina. Diperkirakan mereka berasal dari Cina bermigrasi ke Asia Tenggara pada tahun 1900-an. Perang sipil di Burma dan Laos mengakibatkan peningkatan imigran Akha di provinsi utara Thailand Chiang Rai dan Chiang Mai, di mana mereka merupakan salah satu yang terbesar dari suku bukit.
Bahasa Akha adalah sebuah cabang bahasa Lolo / Yi, dari keluarga rumpun bahasa Tibeto-Burman. Bahasa Akha berkaitan erat dengan bahasa Lisu dan Lahu. Diduga bahwa suku Akha dulu berkaitan erat dengan suku pemburu Lolo, suku yang pernah menguasai dataran Paoshan dan Teinchung sebelum invasi Dinasti Ming (AD 1644) di Yunnan, Cina.
Para peneliti setuju bahwa Akha berasal dari daratan China, dan menolak tentang apakah tanah air asli adalah perbatasan Tibet, sebagai yang diklaim oleh orang Akha, atau lebih jauh ke selatan dan timur di Propinsi Yunnan, kediaman utara kini Akha. Keberadaan hubungan historis di dokumentasikan dengan pangeran Shan Kengtung, yang menunjukkan bahwa Akha berada di Burma Timur pada awal tahun 1860-an. Memasuki Thailand dari Burma pada pergantian abad ini, mereka menghindar dari perang sipil selama beberapa dekade di Burma.
Orang Akha tinggal di desa-desa di Pegunungan Thailand Utara, barat daya Cina, Burma timur, Laos barat dan barat laut Vietnam. Di semua negara ini mereka adalah etnis minoritas. Populasi saat ini Akha kira-kira 400.000 jiwa. Penurunan ukuran desa di Thailand sejak tahun 1930 telah dicatat dan dihubungkan dengan situasi ekologi dan ekonomi yang memburuk di pegunungan.
Agama asli orang Akha (zahv), sering digambarkan sebagai campuran ibadah animisme dan leluhur, yang menekankan hubungan mereka dengan tanah dan tempat mereka di dunia alam dan siklus. Suku Akha menekankan ritual dalam kehidupan sehari-hari dan menekankan ikatan keluarga yang kuat.

b)        Suku Ishan
Ishan adalah suku-suku yang terbesar di Provinsi Mukdahan (มุกดาหาร), Ishan sudah ada sejak beberapa puluh ribu tahun yang lalu dari Zaman Krung-Brom-Ptom-Wong (กรุงบรมปฐมวงศ์) sejak Kerajaan Nanchao (น่านเจ้า), Kerajaan Xang. Raya (ล้านช้าง) sampai periode Ayutthaya. Pada akhirnya Suku Ishan bermigrasi menyusuri Sungai Mekong (แม่โขง) dari tahun 1694 priode Narai Agong (สมัยสมเด็จพระนารายณ์มหาราช). Ketika itu Provost Phon Samed Xang membawa murid-muridnya dari Kerajaan Xang Raya menyusuri Sungai Mekong untuk menyebar di Sungai Moon (แม่น้ำมูล) dan Sungai Lam-Nam-Shi (แม่น้ำชี) dan Sungai lainnya, untuk mengatur kofunya sendiri sejak 1776 pada priode Thonburi (กรุงธนบุรี).
Kebudayaan dan Pakaian, Thai Laosatau suku Ishan menggunakan Kartoon sebagai pakaian populer pada awalnya. Dan daerah ini sangat baik untuk budaya kapas karena tekstur tanahnya cocok. Kabupaten Nakhon terkenal dengan kain tenun berpewarna alaminya terutama pewarna alami dari kulit kayu dan dedauan.
Suku Thai Laos/Ishan mempunyai pola yang berbeda dari suku-suku lainnya. Baju mereka dihiasi dengan tenunan, satin lipit, mareka juga memakai kalung mutiara. Baju mareka dimasukan dalam rok dan ikat pinggangnya dari perak. Pakain mareka terbuat dari kain kwamga yang indah dan berwarna merah, kuning, hijau dan bergelombang.

c)         Suku Melayu
Thailand mempunyai jumlah suku Melayu ketiga terbesar setelah Malaysia dan Indonesia, dengan populasi lebih dari 3,3 juta jiwa (Perkiraan 2010). Kebanyakan dari mereka berdomisili di kawasan Selatan Thailand serta di kawasan sekitar Bangkok (terkait dengan perpindahan Suku Melayu dari selatan Thailand serta utara semenanjung Malaya ke Bangkok sejak abad ke-13).
Kehadiran Suku Melayu di kawasan selatan Thailand telah ada sebelum perpindahan Suku Thai ke Semenanjung Malaya melalui penaklukan Kerajaan Sukhothai, yang diikuti oleh Kerajaan Ayutthaya, pada awal abad ke-16. Hal ini dapat dilihat pada nama-nama daerah di kawasan selatan Thailand yang berasal dari Bahasa Melayu atau nama lain dalam logat Melayu, misalnya "Phuket/ภูเก็ตdalam bahasa Melayu "Bukit/بوكيت", "Trang" ("Terang/تراڠ"), Narathiwat/นราธิวาส ("Menara"), "Pattani/ปัตตานี" ("Patani/ ڤتني"), "Krabi/กระบี่" ("Gerabi"), "Songkla/สงขลา" ("Singgora/سيڠڬورا"), "Surat Thani/สุราษฎร์ธานี" ("Lingga"), "Satun/สตูล" ("Mukim Setul/مقيم ستول"), ""Nakhon Si Thammarat/นครศรีธรรมราช" ("Ligor"), "Chaiya/ไชยา" (Cahaya), , "Yala/ยะลา" ("Jala/جال") dan sebagainya.
Kawasan selatan Thailand juga pernah melihat kebangkitan dan kejatuhan kerajaan Melayu antaranya  Negara  Sri Dhamaraja (100an–1500an), Langkasuka (200an − 1400an), Kesultanan Pattani  (1516–1771), Kesultanan Reman (1785–1909) serta Kesultanan Singgora (1603–1689).
Kebanyakan suku Melayu Siam fasih berbicara bahasa Thai serta bahasa Melayu setempat saja. Contohnya, suku Melayu di kawasan pesisir tenggara Thailand yakni Pattani, Songkhla, serta Hat Yai, lebih cenderung menggunakan logat Melayu Pattani, sedangkan suku Melayu di pesisir barat seperti Satun, Phuket, dan Ranong, menuturkan logat Melayu Kedah. Suku Melayu di Bangkok juga mempunyai logat Melayu Bangkok sendiri.
Kebudayaan Melayu dan perubahan identitas Melayu di Thailand Selatan. Mayoritas maryarakat Melayu di selatan Thailand mempunyai dua kawasan, pertama kawasan bekas Nageri Melayu Pattani lama yang sekarang menjadi provinsi, Pattani, Yala, Narathiwat dan beberapa daerah di provinsi  senggora. Kedua kawasan bekas jajah Nageri Kedah uang sekarang menjadi provinsi Satul, Sadao, Songkla. Masyarakat melayu memang menjadi mayoritas di kedua kawasan tersebut, namun mareka tetap merupa penduduk minoritas di Thailand.
Masyakat Melayu di selatan Thailand menuturkan dua jenis dialek bahasa Melayu, yaitu dialek Kedah – Perlis dan Pattani. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Melayu Pattani menganut budaya Melayu, yang paling banyak diminat adalah sastra Melayu, yaitu puisi, syair dan sebagainya serta memiliki peran penting dalam mempersatukan puak-puak Melayu serupun baik sesama Melayu, Indonesia, Malasia, Brunai Darusalam dan Singapura.
Sejak Nageri Melayu Pattani dibawah pengaruh pemerintah Thailand maka terjadi Siamisasi atau Asimilasi budaya terhadap masyakat Melayu. Siamisasi bertujuan untuk memupus perbedaan buadaya antara kedua pihak, Siamisasi berbagai bidang antara lain politik, sosial budaya, media massa dan pendidik.

C.      Kerajaan-Kerajaan di Muangthai
a)        Kerajaan Sukhothai
(Bahasa Thailand: อาณาจักรสุโขทัย) adalah salah satu kerajaan tertua di Thailand yang berpusat di sekitar kota Sukhothai, berdiri sejak tahun 1238 sampai 1438. Bekas ibukota Kerajaan Sukhothai lama berada sekitar 12 km dari kota Sukhothai modern, yaitu di Tambon Muang Kao. Saat ini yang tertinggal di kota lama hanyalah puing-puing kota dan Taman Bersejarah Sukhothai.
Kota Sukhothai sebelumnya merupakan bagian dari Kerajaan Khmer sampai dengan tahun 1238, yaitu pada saat dua pemimpin bangsa Thai, Pho Khun Pha Muang dan Pho Khun Bang Klang Hao, menyatakan kedaulatannya dan mendirikan kerajaan untuk bangsa Thai. Pho Khun Bang Klang Hao kemudian menjadi raja pertama Sukhothai, dan menamakan dirinya Pho Khun Si Indrathit (atau Intradit). Kejadian ini secara tradisi dianggap merupakan awal berdirinya negara Thai modern, meskipun terdapat beberapa kerajaan Thai yang tidak begitu terkenal, seperti Lanna, Phayao dan Chiang Saen, yang juga didirikan sekitar waktu yang sama.
Sukhothai berkembang dengan cara membentuk aliansi dengan kerajaan-kerajaan Thai lainnya, dimana kerajaan-kerajaan tersebut memeluk agama Buddha Theravada sebagai agama negara dengan bantuan dari para biksu dari Sri Lanka. Pemerintahan Intradit dilanjutkan oleh anaknya Pho Khun Ban Muang, yang pada tahun 1278 diikuti oleh saudaranya Pho Khun Ramkhamhaeng. Di bawah pemerintahannya, yang juga disebut dengan nama Raja Ramkhamhaeng Agung, Sukhothai menikmati masa keemasan sebagai puncak kemakmurannya. Ramkhamhaeng dianggap sebagai pencipta alfabet Thai (secara tradisional diperkirakan tahun 1283, dengan bukti kontroversial berupa batu Ramkhamhaeng, yaitu suatu batu berinskirpsi yang dianggap merupakan bukti tulisan Thai tertua).
Pada puncaknya kejayaan, Sukhothai diperkirakan terbentang meliputi Martaban (sekarang di Myanmar) sampai Luang Prabang (sekarang Laos), serta ke arah selatan di Semenanjung Malaysia sampai sejauh Nakhon Si Thammarat (Tambralinga). Dengan demikian pengaruhnya lebih luas daripada Thailand modern, meskipun tingkat kekuasaan yang diterapkan terhadap wilayah-wilayah tersebut berbeda-beda.
Setelah kematian Ramkhamhaeng, Sukhothai melemah dan berbagai kerajaan bawahannya mulai melepaskan diri. Sementara itu Kerajaan Ayutthaya yang merupakan saingannya semakin meningkat kekuasaannya. Pada akhirnya Raja Thammaracha II dari Sukhothai tahun 1378 terpaksa menyerahkan kekuasaannya, dan Sukhothai menjadi negara bawahan Ayutthaya. Sekitar tahun 1430, Raja Thammaracha IV memindahkan ibukota Sukhothai ke Phitsanulok, dan setelah kematiannya tahun 1438, status Sukhothai berubah hanya menjadi sekedar provinsi dari Ayutthaya.

Daftar Raja-Raja Sukhothai:
1)    Raja Pho Khun Sri Indraditya (1249- 1257);
2)    Raja Pho Khun Ban Muang (1257 - 1277);
3)    Raja Pho Khun Ramkhamhaeng (Ramkhamhaeng Agung) (1277 - 1298/1317) (disebut dengan nama Rammaraj pada catatan Kerajaan Ayutthaya);
4)    Raja Pu Phraya Si Songklam: setelah meninggalnya Ramkhamheang, ia memerintah sementara atas nama Loethai yang sedang berada di China. Ia tidak bergelar Pho Khun (tidak dianggap raja);
5)    Raja Pho Khun Loethai (1298 - 1347);
6)    Raja Pho Khun Nguanamthom (1347);
7)    Raja Phya Lithai, atau Thammaracha I (1347 - 1368/1374);
8)    Raja Thammaracha II, atau Phya Leuthai (1368/1374 - 1399);
9)    Raja Thammaracha III, atau Phya Saileuthai (1399 - 1419); dan
10) Raja Thammaracha IV (1419 - 1438).

b)        Kerajaan Ayutthaya
Abad ke-14 menjadi saksi pergeseran kekuatan yang signifikan di negeri Thai dengan munculnya kerajaan-kerajaan baru yaitu Ayutthaya (Ayudha) di lembah Sungai Chao Phraya sebelah selatan Sukhothai dan Lan Sang yang sekarang dikenal sebagai Laos. Keduanya adalah proses konsolidasi yang menyatukan Muang yang telah lama ada. Lan Sang berkembang lebih dari 3 abad hingga terpecah belah sekitar 1700, sementara Ayutthaya akan berkembang menjadi kerajaan yang besar, kuat dan makmur yang dikenal sebagai Siam.
(Bahasa Thai: อาณาจักรอยุธยา) merupakan kerajaan Bangsa Thai yang berdiri pada kurun waktu 1351 sampai 1767 M. Nama kerajaan yang dipimpin oleh Sri Rama, tokoh dalam Ramayana. Pada tahun 1350 Raja Ramathibodi I (Uthong) mendirikan Ayyuthaya sebagai ibu kota kerajaannya dan mengalahkan dinasti Kerajaan Sukhothai, yaitu 640 km ke arah utara, pada tahun 1376.
Kerajaan Ayutthaya berkuasa selama lebih dari empat abad. Sejarahnya dapat dibagi menjadi beberapa fase atau subperiode. Periode dalam rentang waktu pendiriannya hingga abad ke-15 adalah konsolidasi dan ekspansi. Titik kulminasinya terletak pada pemerintahan Raja Trailok (bertahta 1448-1488), yang dianggap sukses menjalankan struktur pemerintahan dan masyarakat jangka panjang melalui kodifikasi sistem sakdina, sebuah hierarki peringkat baku terperinci yang secara teoritis mencakup setiap individu dalam kerajaan.
Periode ke dua yang berlangsung hingga pertengahan abad ke-16 ditandai dengan majunya perdagangan termasuk perdagangan yang mengusung kepentingan komersial barat setelah 1500 serta peperangan yang sering terjadi dengan negeri-negeri tetangga Ayutthaya. Fase ke tiga dimulai dari pendirian kembali kerajaan dibawah dinasti baru melewati masa perdagangan asing besar-besaran yang berpuncak pada pemerintahan Raja Narai (bertahta 1656-1688). Ketika Narai wafat, keluarganya dikudeta dan akhirnya muncul keluarga Kerajaan Ayutthaya yang mempertahankan tahta hingga serangan kedua Burma pada 1767. Serangan yang mengakhiri sejarah Thai pada fase ini.
Dalam perkembangannya, Ayyuthaya sangat aktif melakukan perdagangan dengan berbagai negara asing seperti Tiongkok, India, Jepang, Persia dan beberapa negara Eropa. Penguasa Ayyuthaya bahkan mengizinkan pedagang Portugis, Spanyol, Belanda, dan Perancis untuk mendirikan pemukiman di luar tembok kota Ayyuthaya. Raja Narai (1656-1688) bahkan memiliki hubungan yang sangat baik dengan Raja Louis XIV dari Perancis dan tercatat pernah mengirimkan dutanya ke Perancis.
Setelah melalui pertumpahan darah perebutan kekuasaan antar dinasti, Ayutthaya memasuki abad keemasannya pada perempat kedua abad ke-18. Di masa yang relatif damai tersebut, kesenian, kesusastraan dan pembelajaran berkembang. Perang yang terjadi kemudian ialah melawan bangsa luar. Ayyuthaya mulai berperang melawan dinasti Nguyen (penguasa Vietnam Selatan) pada tahun 1715 untuk memperebutkan kekuasaan atas Kamboja.
Meskipun demikian ancaman terbesar datang dari Birma dengan pemimpin Raja Alaungpaya yang baru berkuasa setelah menaklukkan wilayah-wilayah Suku Shan. Pada tahun 1765 wilayah Thai diserang oleh dua buah pasukan besar Birma, yang kemudian bersatu di Ayutthaya. Menghadapi kedua pasukan besar tersebut, satu-satunya perlawanan yang cukup berarti dilakukan oleh sebuah desa bernama Bang Rajan. Ayutthaya akhirnya menyerah dan dibumihanguskan pada tahun 1767 setelah pengepungan yang berlarut-larut. Berbagai kekayaan seni, perpustakaan-perpustakaan berisi kesusastraan, dan tempat-tempat penyimpanan dokumen sejarah Ayutthaya nyaris musnah; dan kota tersebut ditinggalkan dalam keadaan hancur.
Dalam keadaan negara yang tidak menentu, provinsi-provinsi melepaskan diri dan menjadi negara-negara independen di bawah pimpinan penguasa militer, biksu pemberontak, atau sisa-sisa keluarga kerajaan. Bangsa Thai dapat terselamatkan dari penaklukan Birma karena terjadinya serangan Tiongkok terhadap Birma serta adanya perlawanan dari seorang pemimpin militer bangsa Thai bernama Phraya Taksin, yang akhirnya mengembalikan kesatuan negara.
Daftar Raja-Raja Ayutthaya:
1)   Rama Thibodi I (berkuasa 1351-1369);
2)   Naresuan (berkuasa 1590-1605);
3)   Narai (berkuasa 1656-1688); dan
4)   Boromaracha V (berkuasa 1758-1767).

D.      Perkembangan Negara Muangthai Menjelang Kedatangan Bangsa Barat
a)        Faktor-Faktor Siam Tidak Dijajah Bangsa Barat
Siam atau Muangthai merupakan Negara di Asia Tenggara yang tidak dijajah Bangsa Barat dikarenakan negeri ini cenderung menjauhkan diri dari beberapa arus perubahan yang mengubah Siam. Alasan atau pendapat dari para ahli yang menyatakan Siam tidak dijajah bangsa barat karena beberapa faktor antara lain:
1)        Faktor Geografis
Siam diabaikan Bangsa barat dikarenakan posisi yang terletak Siam terlampau jauh dari rute – rute perdagangan sebagaimana berkembang pada paruh ke dua abad 19.
Selain posisi atau letak, Siam sangat jauh dari jalur perdagangan yang menghubungkan India dengan Cina. Siam juga terletak di luar rute – rute maritim yang berpotongan di Singapura. Sementara itu bangkok terletak hampir 700 mil diluar pelayaran antara Singapura dan Hongkong. Hal ini berakibat kapal – kapal yang akan singgah didalam pelayaran kuno tidak meungkin singgah di Bangkok disebabkan letaknya yang sangat menjorok kedalam yang melintasi Teluk Siam. (Sudarmono, hlm 79).
2)        Faktor Ekonomi
Siam diabaikan Bangsa Barat sebagian disebabkan karena sumber-sumbernya yang terkenal hanya sedikit artinya bagi kekuasaan – kekuasaan Eropa sedang disibukkan ditempat lain maksudnya sumber daya alam sangat sedikit, hal ini yang mempengaruhi Bangsa Barat tidak ingin menjajah Siam, negeri ini sangat jauh dari jalur transportasi terutamanya di darat. Lalu Siam dilintasi oleh Silk Road ( jalur sutra ) yang hanya melintasi daerah pinggiran Siam. Sementara daerah-daerah yang terpencil dengan daerah inti dari lembah Sungai Menam bagian Selatan sangat tidak strategis dikarenakan wilayah itu berbentuk pegunungan. { Sudarmono, hlm 79}.
3)        Faktor Politik
Siam bertindak sebagai penyanggah antara kepentingan – kepentingan yang berkonflik, terutama antara Inggris dan Prancis mengenai perebutan pengaruh di Asia Tenggara Daratan. Jadi sebagai suatu unit Politik Siam sebagian besar ditentukan oleh ekspansionisme Prancis dan Inggris yang bersaing. ( Sudarmono: 78). Selain itu Siam dijadikan “Buffer State” atau negara pemisah antara kolonialisme Inggris di Myanmar dan Malaya sedangkan Prancis di wilayah Indo China.
Meskipun Siam wilayahnya selalu dipotong oleh Inggris di Myanmar dan Malaya dan oleh prancis di Kampuchea, Laos dan Vietnam. Sementara itu faktor lainnya karena adanya kebijakan yang diterapkan oleh Rama 4 ( Mongkut dan Chula Langkorn } yang menerapkan sistem politik isolatif atau menutup diri dari bangsa asing yang berkisar antara tahun 1851- 1910, selain itu peran diplomasi sangat manjur dengan cara melakukan perjanjian dengan Bangsa Inggris dan Perancis yang bersengketa melalui Perjanjian Bowring antara Pemerintah Siam dengan Bangsa-Bangsa Asing dengan pemberian hak konsesi perdagangan dan hak ekstrateritorial. Dengan demikian Siam tidak terjajah oleh Bangsa Barat.

b)        Era Kedatangan Bangsa Barat di Siam
Pada sekitar awal abad 16 bangsa-bangsa Eropa banyak yang datang ke kawasan Asia tenggara, ini disebabkan adanya beberapa hal yang memaksa mereka untuk keluar dari wilayahnya demi memenuhi kebutuhan negara. Di bawah ini adalah alasan yang memyebabkan Bangsa Eropa datang ke Asia Tenggara:
1)        Portugis
Sebab-sebab kedatangan bangsa Portugis :
-       Berlangsungnya Renaissance (tahun 1500-an) menimbulkan perubahan besar di Eropa. Renaissance dapat diartikan sebagai “ Lahir Kembali Kebudayaan Romawi dan Yunani “. Tetapi di dalam arti luas Renaissance dapat diartikan sebagai “lahirnya kembali jiwa dan semangat Eropa yang bebas”. Kebebasan mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Ada perubahan mental yang besar pengaruhnya bagi bangsa Eropa, yang menumbuhkan semangat kepeloporan, penjajahan, termasuk penjelajahan mencari daerah-daerah baru diluar Eropa.
-       Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada waktu itu menghasilkan penemuan-penemuan baru yang mendorong mereka untuk melakukan semangat penjajahan diantaranya: menggunakan mesiu, peta bumi, kompas dan sarana pelayaran yang lebih baik sehingga mampu melakukan pelayaran keseluruh dunia.
Pada masa Francisco De Almeida sebagai pemimpin kekuasaan Portugis, berhasil menguasai perdangangan perdagangan di Pantai Malabar. Tetapi ia menolak meluaskan ekspansinya ke Malaka. Setelah menguasai Selat Malaka De Almeida mengutus Duarte Fernandez pergi ke istana Ayutthaya dan diterima raja Jai-Jett’a untuk menjalin kerja sama perdagangan karena Selat Malaka telah dikuasai.
2)        Inggris
Perhatian Inggris atas Asia Tenggara dimulai ketika pada tahun 1579 penjelajahan F. Drake singgah di Ternate. Maluku dalam perjalanan keliling dunianya. Ekspedisi lainnya dikirimkan pada akhir abad ke 16 tepatnya tahun 1612 yang mempunyai tujuan berdagang dan meluaskan wilayah ke Ayutthaya. Sementara itu Ayutthaya merupakan kerajaan yang kuat yang berambisi menguasai wilayah ke Semenanjung Malaya, tindakan seperti itu menimbulkan rasa tidak senang dari Bangsa Barat terutama Inggris. Sehingga mengakibatkan terjadi sengketa wilayah Ayutthaya dengan Inggris di semenanjung Malaya (Tanah Genting Kera).
3)        Perancis
Bersamaan dengan tertanamnya pengaruh Belanda di kepulauan Nusantara saudagar Perancis mencoba membuka perdagangan dengan Asia Tenggara. Pada tahun 1603 maskapai dagang Hindia Timur didirikan di Paris. Namun Hindia Timur kemudian terhenti kegiatannya karena mendapat hadangan dari Belanda untuk berdagang di Asia Tenggara. Perdagangan Perancis kemudian diselenggarakan terbatas kepada perdagangan individual. Pada tahun 1662 sejumlan biarawan Perancis dikirim dan tiba di Ayutt’ia dengan niat masuk Vietnam, tetapi kemudian mereka tinggal di sana. Salah satu dari beberapa biarawan itu adalah Alexandre de Rhodes, dan laporannya mengenai kondisi Asia Tenggara juga membangkitkan harapan bagi pedagang Perancis dan perluasan kekuasaan politik Perancis, dan dalam tahun 1664 maskapai dagang Hindia Timur perancis dihidupkan kembali.
Pada waktu itu bangsa Belanda yang sudah memiliki penngaruh besar dalam perdagangan luar negeri dan posisi yang kuat, mereka mendapatkan kesiap siagaan mengunakan kekerasan jika mereka tidak memperoleh kesempatan berdagang, hal ini memaksa Raja Narai (1657-1688) untuk bekerja sama. Maskapai Hindia Timur milik Inggris, tidak mau campur tangan dengan masalah disana, berbeda dengan Perancis yang ingin membantu kalangan Minoritas membangkitkan minat pemerintah perancis dalam masalah Ayutt’ia, dan sebuah surat dikirimkan kepada raja Narai, untuk membina persahabatan dengan Ayuthia pengaruh Perancis tertanam berkat sikap persahabatan dari seorang yunani bernama Constan Phaulkon, yang menjadi penasihat perdagangan luar negeri Ayutt’ia. Pada tahun 1680 sebuah putusan dikirimkan dari Ayutt’ia ke Perancis. Pada tahun 1683 perwakilan perancis dibuka di Ayutt’ia (untuk perdagangan). Hubungan dagang Perancis dibuka di Ayutt’ia pada tahun 1685. akibatnya maskapai perdagangan hindia Timur milik Perancis memperoleh konsensi perdagangan yang besar dan diberi hak-hak untuk membentuk pasukan tetap, berkedudukan di pelabuhan Songkhla sebagai perisai untuk mempertahankan diri dari ancaman Belanda.
Selain itu juga Perancis ingin menyebarkan Agama Khatolik. Kekuatan Perancis inilah yang menimbulkan amarah dan kekhawatiran keluarga Bangsa Thai yang berakibat pengusiran paksa orang barat dari Ayutt’ia pada tahun 1688, sejak saat itu pula Ayutt’ia menutup diri terhadap kedatangan orang-orang barat, karena dipandang merendahkan martabat Bangsa Ayutt’ia dan baru orang-orang eropa diterima baik di Ayutt’ia yang dipimpin oleh Rama IV atau Mongkut pada tahun 1851.

c)         Datangnya  Pengaruh  Inggris  dan  Perancis di Asia Tenggara Daratan Mengenai Masalah Siam
Masa awal datangnya pengaruh barat di Siam terjadi pada kekuasaan Nang Klao yang bergelar Rama III dengan intervensi Inggris yang mengirim utusannya ke Bangkok ketika Perang Inggris-Myanmar sedang berkobar , Kapten Burney pergi ke Bangkok dengan kekuasaan untuk menyerahkan Tenasserim jika Siam memberi dukungan kepada Inggris. Siam bereaksi cepat dengan membuka diskusi dengan Burney akhirnya kedua belah pihak mencapai persetujuan sebagai balasan terhadap pengakuan Inggris akan posisi Siam di Negeri-negeri Melayu Siam mengizinkan para pedagang Inggris mengadakan pertukaran dalam perdagangan. Dalam hal inilah latar belakang masuknya pengaruh Barat terutama Inggris.   Penggabungan provinsi-provinsi Tenasserim oleh pihak Inggris menutup jalan utama yang sebelumnya digunakan oleh tentara myanmar untuk menyerang ibu kota siam, dan memperkecil resiko  keamanan siam di perbatasan barat. Kesimpulan dari perjanjian mendorong Chao Anou penguasa lao dari Vientiane untuk percaya bahwa penguasa di Bangkok adalah lemah dan terancam oleh Inggris dan pada akhir 1826 ia melancarkan serangan besar-besaran terhadap Siam.
Pengaruh barat terasa tenang dan selektif di Bangkok dalam periode itu tahun 1850 jarang terdapat beberapa orang pedagang asing, kelangsungan hidup siam dalam periode itu merupakan hasil persaingan Inggris dan Prancis. Masing-masing pihak tidak menginginkan adanya perbatasan yang berdekatan satu dengan lainnya atau membiarkan pihak lain untuk memperoleh keuntungan. Siam sebagai titik penyangga untuk membuat keseimbangan antara kedua kekuatan itu, hal ini membuat tidak pastinya pemerintah siam di semenanjung malaya di vasal-vasal yang berbatasan dengan kampucea.
Campur tangan Perancis menganggap usaha-usaha siam untuk meningkatkan kekuasaan atas daerah vasal yang jauh letaknya yang ditimbulkan oleh orang Ho di Laos sebagai suatu imperialisme baru. Perancis mengirim dan menempatkan wakil-wakilnya sehingga merangsang insiden yang disebut sebegai casus belli. Mongkut yang merupakan pewaris tahta ketika Rama III meninggal dunia. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh Mongkut, lalu kebijakan Mongkut yaitu membuka politik isolatif yang dilakukan pendahulunya yaitu Rama III. Mongkut waktu tahun 1855 membuat perjanjian persahabatan dengan Bangsa Eropa terutama Inggris melalui “Perundingan Bowring” yang ditandatangani pada 18 April 1885 yang ditandatangani oleh Pemerintah Siam dan Bangsa-bangsa asing. Di bawah syarat-syarat perjanjian tersebut Siam bersedia memberikan hak ekstrateritorial, menyetujui penghapusan komoditas perusahaan maupun yang diborongkan atau monopoli perdagangan dan cukai-cukai transit dan penetapan menurut nilai tarif tiga persen terhadap barang-barang impor dan lima persen terhadap barang-barang ekspor.
Sementara itu konsesi utama yang lain adalah penegakan sistem ekstrateritorial bagi warga Inggris. Perjanjian ini menetapkan bahwa seorang konsul Inggris akan bertempat tinggal di Bangkok dan melaksanakan jurisdiksi kriminil dan sipil atas semua warga Inggris di Muangthai. Pentingnya perjanjian ini adalah pemasukan komoditi baru ke Muangthai yang memberikan modernisasi sedikit modernisasi yang memperkerjakan orang-orang Eropa untuk mengatur pelayanan pemerintahan.
Sepeninggal Mongkut yang bergelar Rama IV lalu diangkatlah Chulalangkorn yang baru berusia 16 tahun menjadi Rama V. Karena ia masih kecil pemerintahannya berada dibawah perwalian sampai tahun 1873 dan mendapat kesempatan mempelajari cara-cara pemerintahan setempat di Jawa dan India , perjalanan keliling ini memberikan kesan mendalam pada pikirannya. Ia menyadari dengan kuat bahwa bila negerinya mau merdeka harus mau tak mau menjadikan negeri teratur sesuai dengan keberhasilan bangsa-bangsa Eropa. Beberapa kebijakan Chulalangkorn mengirimkan anak- anaknya kesekolah yang ia bangun di istana dengan mata pelajaran Eropa dan melahirkan orang-orang yang berkepandaian penting seperti Pangeran Devawongse,Menlu Muangthai pertama dan Pangeran Damrong, Menteri Dalam Negeri yang memperkenalkan efisiensi Barat ke dalam kantornya dan merubah seluruh sistem pemerintahan.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sudharmono bahwa pada tahun 1885 Chulalangkorn mengadakan reorganisasi pada pemerintahannya di kementerian-kementerian yang disusun berdasarkan macam-macam fungsinya. Diantara perubahan-perubahan yang paling penting dalam reorganisasi ialah perluasan kekuasaan pusat atas provinsi-provinsi dan daerah vasal yang jauh letaknya, Siam mengelompokkan provinsi-provinsinya ke dalam Monthon (lingkaran) yang diperintah oleh saudara-saudara Raja (Sudharmono:95).
Raja Chulalangkorn memerintah tahun 1868-1910 yang menggantikan posisi ayahnya yaitu Mongkut dengan dibantu Chaophraya Sri Suriyawong (Chuang Bunnag) sebagai walinya. Tahun 1873 Chulalangkorn melakukan perubahan yang mendasar  yaitu mengumumkan penghapusan perbudakan, mengubah sistem pengadilan dan keuangan dan membentuk dewan negara dan dewan pribadi untuk menasehatinya.

Dalam rangka untuk mengimbangi kemajuan bangsa Barat maupun Jepang, Thailand melancarkan modernisasi di segala bidang, terutama politik dan militer. Tindakan yang pertama yaitu menghapus nama Siam (1939) yang biasa digunakan banyak negara untuk menyebut Thailand atau Muangthai. Adapun alasan penggantian nama tersebut karena Siam diartikan sebagai bangsa budak, sedangkan Muangthai berarti negerinya orang-orang bebas. Proses modernisasi Thailand dimulai oleh raja Mongkut dan sekaligus sebagai perintis pelaksanaan pendidikan Barat. Mongkut inilah yang dikenal sebagai peletak dasar atau perintis modernisasi Muangthai. Upaya modernisasi pemerintahan (politik), keuangan dan pendidikan mengandung unsur strategis yang lebih luas bertujuan melestarikan kemerdekaan dan persatuan Thailand dengan memperkuat kemampuan negeri itu untuk menanggulangi segala kemungkinan yang dapat terjadi dari perkembangan baru di wilayah yang berdekatan. 

Muangthai | Awal Sampai Datangnya Bangsa Barat 4.5 5 Unknown Wednesday 17 September 2014   A.        Berdirinya Negara Muangthai Lambang Muangthai Sebelum tahun 1939, Negara Thailand dikenal sebagai Siam, sampai saat i...


No comments:

Post a Comment


J-Theme