SEMOGA DAPAT MEMBANTU ANDA DAN JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR... SEMOGA DAPAT MEMBANTU ANDA DAN JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR... SEMOGA DAPAT MEMBANTU ANDA DAN JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR...

Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

 on Sunday 1 May 2016  

Biografi Abu Bakar Ash Shiddiq
Abu Bakar Ash Shiddiq (nama lengkapnya Abdullah bin Abi Quhafah bin Ustman bin Amr bin Masud bin Taim Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi Al-Qurasyi. Berarti silsilahnya dengan Nabi bertemu pada Murrah bin Ka’ab). Abu Bakar Ash Shiddiq dilahirkan pada tahun 572 M. Abu Bakar dilahirkan dilingkungan suku yang sangat berpengaruh dan suku yang banyak melahirkan tokoh – tokoh besar. Ayahnya bernama Utsman (Abu quhafah) bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Saad bin Laym bin Mun’ah bin Ka’ab bin Lu’ay, berasal dari suku Quraisy, sedangkan ibunya bernama Ummu Al-Khair Salman binti Sarh binti Ka’ab binti Sa’ad binti Taym binti Murrah. Garis keturunannya bertemu pada neneknya, yaitu Ka’ab bin Sa’ad.
Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam ketika Islam mulai di dakwahkan. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa oleh Muhammad SAW, dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan Muhammad. Abu Bakar dua tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW. Orang tuanya memberi nama Abdullah, disebut juga dengan Al-Atiq (sang tampan). Tapi seluruh dunia mengenalnya dengan panggilan Abu Bakar.
Sejak muda Abu Bakar dikenal sebagai seorang yang baik hati, berbudi tinggi, jujur dan bersifat lurus dan benar. Dia berasal dari keluarga terkemuka dan terhitung sebagi bangsawan. Olek karena itu Abu Bakar sangat dimuliakan  penduduk Mekkah. Karena kebaikanny, ia menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW. Keduanya telah bersahabat sejak masa kanak-kanak. Persahabatan keduanya menjadi persahabatan seumur hidup (Noor, 2014:79).
Ketika dewasa Abu Bakar menjadi seorang saudagar yang kaya. Dan kekayaannya itu dipergunakan untuk menolong orang-orang miskin, ia terkenal sangat dermawan. Sifat-sifat terpuji itu telah membawa kemashuran kepadanya.  Dialah sahabat yang pertama yang membenarkan seruan Nabi Muhammad SAW.
Setelah masuk Islam, ia tak segan untuk menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam. Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela Nabi tatkala Nabi disakiti oleh suku Quraisy, menemani Rasul Hijrah, membantu kaum yang lemah dan memerdekakannya, seperti terhadap Bilal, setia dalam setiap peperangan, dan lain-lain.
Abu Bakar mempunyai empat istri, pertama Kutala binti ‘Uzza yang melahirkan Abdullah dan ‘asma. Kedua, Ummu Rumman yang melahirkan Abdurrahman dan ‘Aisyah. Ketiga, Asma bin Umays yang melahirkan  Muhammaaad bin Abi Bakar. Keempat, Habibah bin Kharaja yang melahirkan Ummu Kultsum. Beliau ikut bersama-sama Nabi hijrah ke madinah dan bersama Nabi pula bersembunyi di gua Tsur. Dari lama dan eratnya hubungan persahabatan beliau dengan Rasulullah serta kejujuran dan kesucian hatinya beliau dapat mendalami jiwa dan semangat  islam lebih dari pada yang didapat orang-orang islam lainnya. Jika Nabi berhalangan, Abu Bakarlah yang disuruh menjadi imam Shalat.
Pengangkatan Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai Khalifah
Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam tidak dapat diragukan lagi. Ia pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya untuk mengimami shalat ketika Nabi sakit. Nabi Muhammad SAW pun wafat tak lama setelah kejadian tersebut. Karena tidak ada pesan mengenai siapa penggantinya di kemudian hari, pada saat jenazah Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan penggantinya Nabi. Disitulah perselisihan pertama terjadi pasca Nabi wafat. Perselisihan tersebut berlanjut ke perselisihan kedua di Saqifah Bani Sa’idah (aula Bani Sa’idah), pada saat kaum Anshar menuntut diadakannya pemilihan Khalifah. Sikap kaum Anshar ini menunjukkan bahwa kaum Anshar lebih memilih rasa kepedulian dalam hal berpolitik dibandingkan dengan kaum Muhajirin. Dalam hal ini, setidaknya ada persaingan di antara kaum Anshar, Muhajirin, dan Bani Hasyim.
Aturan – aturan yang jelas tentang pengganti Nabi tidak ditemukan, yang ada hanyalah sebuah mandat yang diterima Abu Bakar menjelang wafatnya Nabi untuk menjadi badal imam shalat. Sesuatu yang masih merupakan tanda tanya terhadap mandat tersebut. Adakah suatu pertanda Nabi menunjuk Abu Bakar atau tidak.
Dalam pertemuan tersebut, sebelum kaum Muhajirin datang, golongan Khajraz telah sepakat mencalonkan Sa’ad bin Ubaidah, sebagai pengganti Rasulullah. Akan tetapi, suku Aus belum menjawab atas pandangan tersebut, sehingga terjadilah perdebatan diantara mereka dan pada akhirnya Sa’ad bin Ubaidah yang tidak menginginkan adanya perpecahan mengatakan bahwa ini merupakan awal dari perpecahan. Melihat situasi yang memanas, Abu Ubaidah mengajak kaum Anshar agar bersikap tenang  dan toleran, kemudian Basyir bin Sa’ad Abi An-Nu’man bin Basyir berpidato dengan mengatakan agar tidak memperpanjang masalah ini. Dalam keadaan yang sudah tenang ini, Abu Bakar berpidato , “ini Umar dan Abu Ubaidah, siapa yang kamu kehendaki di antara mereka berdua, maka bai’atlah”.
Baik Umar maupun Abu Ubaidah merasa keberatan atas ucapan Abu Bakar dengan mempertimbangkan berbagai alasan, diantaranya adalah ditunjuknya Abu Bakar sebagai pengganti Nabi dalam imam shalat dan ini membuat Abu Bakar lebih berhak menjadi pengganti Rasulullah SAW. Sebelum keduanya membai’at Abu Bakar, Basyir bin Sa’ad mendahuluinya, kemudian diikuti Umar dan Abu Ubaidah dan diikuti secara serempak oleh semua hadirin.
Dari paparan diatas, terlihat bahwa Abu Bakar  dipilih secara aklamasi, walaupun tokoh – tokoh lain tidak ikut membai’atnya, misalnya Ali bin Abi Thalib, Abbas, Thalhah, dan Zubair yang menolak dengan hormat. Mereka masih mempermasalahkan diangkatnya Abu Bakar tersebut.
Selama enam bulan, Ali bin Abi Thalib dan beberapa orang keluarganya tidak ikut  mengucapkan sumpah setia kepada pengangkatan Abu Bakar. Nabi mempunyai beberapa potong tanah di Madinah dan di Khaybar. Putri beliau Fatimah dan Paman beliau Abbas, telah menuntut dan hendak menguasai tanah-tanah itu. Tetapi Abu Bakar tidak menerima dan membenarkan tuntutan itu berdasarkan keterangan yang pernah diucapkan sendiri oleh Rasulullah SAW.  (Noor, 2014:83)
Kami, Nabi-Nabi tidak dapat diwarisi,” demikian ucapan Rasulullah. Apapun yang kami tinggalkan kemudian menjadi kepunyaan bersama (umat islam). Fatimah tidak mengetahui apa yang telah diucapkan oleh ayahnya. Segala tuntutan itu telah menyebabkan terjadi salah pengertiannya.
Selama Fatimah sakit, Abu bakar mengunjunginya dan menjelaskan permasalahan tersebut. Dan enam bulan setelah pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah, Fatimah wafat. Kondisi ini membuat Ali memutuskan datang kepada Abu Bakar untuk membicarakan masalah tanah. Perkataan Ali kepada Abu Bakar membuat Abu Bakar berlinang air mata, kemudian menjawab perkataan Ali. Mendengar pengakuan dan jawaban dari Abu Bakar membuat hati Ali bin Abi Thalib merasa senang. Ia lalu masuk ke masjid dan dihadapan orang banyak, Ali bin Abi Thalib segera mengucapkapkan sempah setia kepada Abu Bakar.
A.    Pemerintahan masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq
Setelah Abu Bakar menjadi khalifah pertama, menggantikan Rasulullah, maka khalifah mengahadapi kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh sekelompok orang. Bagi Abu Bakar sendiri, kesulitan itu sangat serius, mengingat masa pemerintahannya berlangsung dalam masa transisi, yaitu suatu masa pergantian dari pemerintahan yang langsung dipimpin  Rasulullah SAW ke masa pemerintahannya, yang belum memiliki pemahaman konkret tentang pelaksanaan sebuah pemerintahan.
Oleh sebab itu muncul berbagai kesulitan yang di hadapi Abu Bakar, antara lain:
1.      Penumpasan Kaum Murtad dan menghadapi orang-orang yang tidak mau membayar zakat
Ketika Rosulullah SAW wafat, maka banyak orang Arab yang kembali murtad.Seiring dengan itu, banyak pula utusan orang-orang Arab berdatangan ke Madinah mengakui kewajiban sholat namun mengingkari kewajiban zakat.Abu Bakar bersikap tegas kepada mereka, dan merekapun ditumpasnya. Melihat hal ini, Umar pun berkata: “Akhirnya aku sadari bahwa Allah telah melapangkan hati Abu Bakar untuk memerangi mereka dan aku yakin itulah yang benar”.
2.    Memerangi Nabi Palsu
Disamping banyak umat yang murtad dan menolak bayar zakat, ada pula beberapa orang yang mengaku menjadi nabi, diantaranya yang paling berpengaruh adalah Musailamah Al-Kadzab. Ia memiliki pengikut mencapai 40.000 personil dari kalangan Bani Hanifah.Abu Bakar mengirim pasukan yang dipimpin Khalid bin Walid untuk menumpas mereka. Dalam perang Yamamah yang hebat, Khalid bin Walid memperoleh kemenangan yang besar.
Kesulitan tersebut yang menghantui Abu Bakar diawal pemerintahannya. Menghadapi kesulitan-kseulitan tersebut, maka Abu Bakar mengadakan permusyawaratan dengan para sahabat dan kaum muslimin guna merumuskan tindakan yang harus di ambil untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
Gerakan keluar dari Islam (murtad) sudah ada sejak zaman Nabi. Diantaranya Musailamah Al-Kadzab di Yamamah, Aswad al-‘Ansi di Yaman, Thalihah bin Khuwailid di suku Asad, dan seorang perempuan dari suku Taimin bernama Sajjah di Jazirah. Nabi pernah berniat mengirim pasukan untuk menumpas mereka. Sebelum itu terlaksana, beliau wafat. (Ibrahim dan Saleh, 2014:102)
Mereka adalah para pemimpin dan pembesar kaum yang menuntut kekuasaan. Tanpa pikir panjang, kaum mereka juga memilih murtad. Selain itu mereka juga mengaku dirinya sebagai Nabi ketika Rasulullah SAW masih hidup. Dan gerakan ini semakin marak di berbagai daerah di Jazirah Arab setelah Abu Bakar resmi diangkat menjadi Khalifah.
Dalam suasana permusyawaratan guna merumuskan tindakan yang harus di ambil untuk mengatasi kesulitan-kesulitan itu, terdapat diantara kaum Muslimin yang berpendapat bahwa tidak akan dapat memerangi bangsa Arab seluruhnya. Tetapi Abu bakar memutuskan akan menempuh garis tegas, ia akan memerangi semua penyeleweng dan pembangkang, baik orang-orang murtad, Nabi-Nabi palsu, maupun kelompok yang tidak mau membayar zakat.
B.     Kebijakan – kebijakan pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Dalam pemerintahannya sebagai khalifah, Abu Bakar menyelesaikan berbagai kesulitan-kesulitan, terutama kesulitan yang menyangkut dalam negeri dengan kebijakan yang dilakukannya, kebijakan-kebijakan tersebut adalah:
1.      Pengiriman Pasukan Usamah
Sebelum Rasulullah SAW wafat, beliau telah memberangkatkan Usamah bersama sepasukan perang berjumlah 700 urang untuk berjalan menuju tanah Al-Balqa yang berada di Syam. Setiba mereka di Dzi Khusyub, lembah yang jaraknya satu malam perjalanan dari Madinah, terdengar berita wafatnya Rasulullah SAW. Keadaan ini membuat orang-orang Arab disekitar Madinah murtad.
Akhirnya banyak sahabat yang mengusulkan untuk menarik pulang pasukan Usamah karena orang-orang Arab di sekitar Madinah menjadi murtad. Namun Abu Bakar menjawab tegas bahwa tidak akan menarik kembali pasukan yang pernah di berangkatkan Rasulullah. Abu Bakar pun tetap melanjutkan misi pasukan Usamah untuk menuju ke negeri-negeri jajahan Byzantium.
Ternyata keberangakatan pasukan Usamah membawa keuntungan besar waktu itu. Pasukan Usamah berhasil mengalahakan dan membunuh pasukan Byzantium, lalu kembali ke Madinah dengan selamat. Setelah melihat kekuatan dan kemenangan umat Islam ini, suku-suku Arab yang dilewati yang sebelumnya berniat murtad segera mengurungkan niat mereka.
Mengetahui kekuatan Islam ini, Abu Bakar merealisasikan rencana dari hasil permusyawaratan dengan para sahabat yaitu untuk memerangi semua penyeleweng dan pembangkang, baik orang-orang murtad, Nabi-Nabi palsu, maupun kelompok yang tidak mau membayar zakat. Abu Bakar membentuk sebelas pasukan yang dipimpin oleh, Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah ibn Abi Jahl, Syurahbil ibn Hasanah.
Semua pasukan berhasil menumpas gerakan murtad. Perang paling berdarah yang dialami para sahabat adalah Perang Yamamah. Dimana umat Islam berhasil membunuh 20 ribu murtad, namun pasukan muslim yang gugur 1200 orang, yang 400 diantaranya Muhajirin dan Anshar yang hafal Al-Quran. Jumlah korban yang besar ini belum pernah terjadi.
2.      Membukukan Al-Quran
Perang melawan kaum murtad, utamanya Perang Yamamah, meninggalkan persoalan yang serius. Hal ini dikarenakan kurang lebihnya 400 orang sahabat penghafal Al-Quran yang gugur. Persoalan ini membuat gelisah Umar bin Khatthab karena sampai saat itu Al-Quran masih tercecer di kalangan sahabat. Sebagian menghafalkannya dan tak menulisnya, dan sebagian lagi menulisnya karena ditugaskan Nabi. Tapi, belum ada sahabat yang memegang Al-Quran secara utuh, baik berupa hafalan maupun tulisan. Jadi, mau tidak mau, langkah pengumpulan harus dilakukan. Umar mengungkapkan kegelisahannya kepada Abu Bakar.
Atas usulan Umar tersebut, Abu Bakar kemudian menyuruh seorang utusan untuk memanggil Zaid ibn Tsabit. Abu Bakar kemudian berkata Perang Yamamah membuat banyak sahabat mati syahid. Abu Bakar khawatir jika kejadian serupa akan menimpa para penghafal Al-Quran di perang-perang lain. Itu tentu akan menghilangkan sebagian besar Al-Quran, kecuali jika mereka mengumpulkannya.
Zaid ibn Tsabit kemudian melaksanakan tugas tersebut dan meminta bantuan para sahabat untuk mulai mengerjakan tugasnya. Zaid kemudian mulai mencari dan mengumpulkan Al-Quran dari pelepah-pelepah kurma, batu-batu tipis, kulit atau daun, dan hafalan dari sahabat. Inilah pengumpulan dan pembukuan pertama Al-Quran.
3.    Penyebaran Islam pada Masa Abu Bakar Ash Shiddiq
            Setelah pergolakan dalam negeri berhasil dipadamkan (terutama memerangi orang – orang murtad), Khalifah Abu Bakar menghadapi kekuatan Persia dan Romawi yang setiap saat berkeinginan menghancurkan eksistensi Islam. Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar mengirim pasukan tentara Islam di bawah pimpinan Khalid bin Walid dari Mutsanna bin Haritsah dan berhasil merebut daerah penting Irak dari kekuasaan Persia. Adapun untuk menghadapi Romawi, Abu Bakar memilih empat panglima Islam terbaik untuk memimpin beribu – ribu pasukan di empat front, yaitu Amr bin Al-Ash di front Palestina, Yazid bin Abi Sufyan di front Damaskus, Abu Ubaidah di front Hims dan Syurahbil bin Hasanah di front Yordania. Empat pasukan ini kemudian di bantu oleh Khalid bi Walid yang bertempur di front Siria. Perjuangan pasukan – pasukan tersebut dan ekspedisi – ekspedisi militer berikutnya untuk membebaskan Jaziriah Arab dari penguasaan bangsa Romawi dan bangsa Persia, baru tuntas pada masa pemerintahan Umar bin Khathab.
            Keputusan – keputusan yang dibuat oleh Khalifah Abu Bakar untuk membentuk beberapa pasukan tersebut, dari segi tata negara, menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan panglima tertinggi tentara Islam. Hal seperti ini juga berlaku pada zaman modern, yaitu seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata.
            Di segi lain, fakta historis tersebut menunjukkan pula bahwa kepemimpinannya telah lulus ujian menghadapi berbagai ancaman dan krisis yang timbul, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Artinya ia telah sukses membangun pranata sosial politik dan pertambahan keamanan pemerintahannya. Dengan kata lain, ia berhasil memobilitasi segala kekuatan yang ada untuk menciptakan pertahanan dan keamanan negara Madinah, menggalang persatuan umat Islam, mewujudkan keutuhan dan keberlangsungan negara Madinah dan Islam, menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang masih berserakan menjadi satu mushaf. Keberhasilan ini tentu karena adanya kedisiplinan, kepercayaan, dan ketaatan yang tinggi dari rakyat terhadap integritas kepribadian dan kepemimpinannya.
C.     Faktor Keberhasilan Khalifah Abu Bakar
            Faktor keberhasilan yang lain adalah dalam membangun pranata sosial di bidang politik dan pertahanan keamanan. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sikap keterbukaannya, yaitu memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada tokoh – tokoh sahabat untuk ikut membicarakan masalah sebelum ia mengambil keputusan melalui forum musyawarah sebagai lembaga legislatif. Hal ini mendorong para tokoh sahabat, dan umat Islam umumnya berpartisipasi aktif untuk melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat.
            Adapun tugas – tugas eksekutif ia delegasikan kepada para sahabat, baik untuk pelaksanaan tugas – tugas pemerintahan di Madinah maupun pemerintahan di daerah. Untuk menjalankan tugas – tugas pemerintahan di Madinah, ia mengangkat Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai katib (sekretatis), dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan untuk mengurus Baitul Mal. Di bidang kemiliteran, ia mengangkat panglima – panglima perang sebagaimana disebut di atas. Untuk tugas yudikatif, ia mengangkat Umar bin Khathab sebagai hakim agung.
            Adapun urusan pemerintahan di luar kota Madinah, Khalifah Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum negara Madinah menjadi beberapa provinsi, dan pada setiap provinsi, ia menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan gubernur):
1.         Itab bin Asid, amir untuk Mekah, amir yang diangkat pada masa Nabi
2.         Utsman bin Abi Al-Ash, amir untuk Thaif, amir yang diangkat pada masa Nabi
3.         Al-Muhajir bin Abi Umayah, amir untuk San’a
4.         Ziad bin Labid, amir untuk Hadramaut
5.         Ya’la bin Umayah, amir untuk Khaulan
6.         Abu Musa Al-Asy’ari, amir untuk Zubaid dan Rima
7.         Muaz bin Jabal, amir untuk Al-Janad
8.         Jarir bin Abdullah, amir untuk Najran
9.         Abdullah bin Tsur, amir untuk Jarasy
10.     Al-Ula bin Al-Hadrami, amir untuk Bahrain
11.     Dan untuk Irak dan Syam (Syria) dipercayakan kepada para pemimpin militer sebagai wulat al-amr.
            Para amir tersebut juga bertugas sebagai pemimpin agama, juga (seperti imam dalam shalat), menetapkan hukum dan menjelaskan undang – undang. Artinya seorang amir disamping sebagai pemimpin agama, juga sebagai hakim dan pelaksana tugas kepolisian. Namum demikian,setiap amir diberi hak untuk mengangkat pembantu – pembantunya seperti katib, ‘amil dan sebagainya.
D.    Wasiat Abu Bakar Terhadap Khalifah Umar
Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar RA khawatir kaum muslimin berselisih pendapat sepeninggal beliau dan tidak memperoleh kata sepakat. Maka Abu Bakar meminta pendapat para tokoh sahabat mengenai penggantinya kelak. Setelah mengetahui kesepakatan mereka tentang keutamaan dan kelayakan Umar R.a, beliau pun keluar menemui orang banyak seraya memberitahukan bahwa ia telah mengerahkan segenap usaha untuk memilih penggantinya kelak. Kepada khalayak, Abu Bakar meminta agar mereka menunjuk Umar Ra. sebagai Khalifah sepeninggalnya kelak. Mereka semua menjawab, Kami dengar dan kami taat. Jadi penunjukan Umar ra sebagai khalifah bukanlah berdasarkan keinginan Abu Bakar semata, akan tetapi merupakan hasil dengar pendapat dan rekomendasi dari para tokoh sahabat. Jadi sekali lagi, ini merupakan hasil syura dari Ahlul Halil wal Aqdi. Adapun perkataan Abu Bakar dihadapan khlayak adalah sebagai pengumuman hasil keputusan yang sah dan harus dipatuhi oleh kaum muslimin.
Akhir pemerintahan Abu Bakar Ash Shiddiq
Kala Abu Bakar merasa ajalnya sudah dekat, Abu Bakar ingin  menentukan penggantinya karena khawatir timbul perselisihan di antara Umat Islam. Pikirannya tertuju pada sosok Umar. Abu Bakar mendiskusikan pilihannya dengan sejumlah sahabat terkemuka seperti Abdurrahman ibn ‘Auf, Utsman ibn ‘Affan, Sa’id ibn Zaid, Usayd ibn Hudhayr, dan beberapa sahabat Anshar dan Muhajirin lainnya.
Setelah berdiskusi, mereka sepakat pencalonan Abu Bakar terhadap Umar. Pada mulanya ada beberapa sahabat yang menolak karena mempertimbanagkan sikap Umar yang terlalu keras, tak kenal kompromi, dan karakternya yang meletup-letup. Namun mereka akhirnya sepakat setelah Abu Bakar memberikan penjelasan yang memuaskan akal dan hati.
Setelah mendapat persetujuan dari mereka, Abu Bakar meminta keluarganya untuk membopongnya ke arah orang-orang yang tengah berkumpul di masjid. Dari jendela kamar yanag mengarah ke masjid, ia bertanya kepada orang-orang tentang pilihannya memilih Umar ibn Khatthab sebagai penggantinya. Dan secara serentak orang-orang yang berkumpul di masjid itu menjawab setuju dan akan patuh dan taat.
Hari berikutnya, Abu Bakar wafat dan pada saat belum meninggal beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.

SUMBER:
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia 
Noor, Yusliani. 2014. Sejarah Timur Tengah(Asia Barat Daya). Yogyakarta: Penerbit Ombak  
Ibrahim, Qasim A dan Muhammad A Saleh. 2014. Sejarah Islam : Jejak Langka Peradaban Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini. Jakarta : Zaman

Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq 4.5 5 Unknown Sunday 1 May 2016 Biografi Abu Bakar Ash Shiddiq Abu Bakar Ash Shiddiq (nama lengkapnya Abdullah bin Abi Quhafah bin Ustman bin Amr bin Masud bin Taim Mu...


No comments:

Post a Comment


J-Theme