Biografi
Abu Bakar Ash Shiddiq
Abu
Bakar Ash Shiddiq (nama lengkapnya Abdullah bin Abi Quhafah bin Ustman bin Amr
bin Masud bin Taim Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi
Al-Qurasyi. Berarti silsilahnya dengan Nabi bertemu pada Murrah bin Ka’ab). Abu
Bakar Ash Shiddiq dilahirkan pada tahun 572 M. Abu Bakar dilahirkan
dilingkungan suku yang sangat berpengaruh dan suku yang banyak melahirkan tokoh
– tokoh besar. Ayahnya bernama Utsman (Abu quhafah) bin Amir bin Amr bin Ka’ab
bin Saad bin Laym bin Mun’ah bin Ka’ab bin Lu’ay, berasal dari suku Quraisy,
sedangkan ibunya bernama Ummu Al-Khair Salman binti Sarh binti Ka’ab binti
Sa’ad binti Taym binti Murrah. Garis keturunannya bertemu pada neneknya, yaitu
Ka’ab bin Sa’ad.
Abu
Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam ketika Islam mulai di dakwahkan.
Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa oleh Muhammad SAW,
dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan Muhammad. Abu Bakar dua
tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW. Orang tuanya memberi nama Abdullah,
disebut juga dengan Al-Atiq (sang tampan). Tapi seluruh dunia mengenalnya
dengan panggilan Abu Bakar.
Sejak
muda Abu Bakar dikenal sebagai seorang yang baik hati, berbudi tinggi, jujur
dan bersifat lurus dan benar. Dia berasal dari keluarga terkemuka dan terhitung
sebagi bangsawan. Olek karena itu Abu Bakar sangat dimuliakan penduduk Mekkah. Karena kebaikanny, ia
menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW. Keduanya telah bersahabat sejak masa
kanak-kanak. Persahabatan keduanya menjadi persahabatan seumur hidup (Noor,
2014:79).
Ketika
dewasa Abu Bakar menjadi seorang saudagar yang kaya. Dan kekayaannya itu
dipergunakan untuk menolong orang-orang miskin, ia terkenal sangat dermawan.
Sifat-sifat terpuji itu telah membawa kemashuran kepadanya. Dialah sahabat yang pertama yang membenarkan
seruan Nabi Muhammad SAW.
Setelah
masuk Islam, ia tak segan untuk menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya
untuk Islam. Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela Nabi tatkala Nabi
disakiti oleh suku Quraisy, menemani Rasul Hijrah, membantu kaum yang lemah dan
memerdekakannya, seperti terhadap Bilal, setia dalam setiap peperangan, dan
lain-lain.
Abu Bakar mempunyai empat istri, pertama Kutala binti ‘Uzza yang
melahirkan Abdullah dan ‘asma. Kedua, Ummu Rumman yang melahirkan Abdurrahman dan
‘Aisyah. Ketiga, Asma bin Umays yang melahirkan Muhammaaad bin Abi Bakar.
Keempat, Habibah bin Kharaja yang melahirkan Ummu Kultsum. Beliau ikut
bersama-sama Nabi hijrah ke madinah dan bersama Nabi pula bersembunyi di gua
Tsur. Dari lama dan eratnya hubungan persahabatan beliau dengan Rasulullah
serta kejujuran dan kesucian hatinya beliau dapat mendalami jiwa dan
semangat islam lebih dari pada yang didapat orang-orang islam lainnya.
Jika Nabi berhalangan, Abu Bakarlah yang disuruh menjadi imam Shalat.
Pengangkatan
Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai Khalifah
Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam tidak dapat diragukan lagi. Ia
pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya untuk mengimami shalat ketika Nabi
sakit. Nabi Muhammad SAW pun wafat tak lama setelah kejadian tersebut. Karena
tidak ada pesan mengenai siapa penggantinya di kemudian hari, pada saat jenazah
Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat
memikirkan penggantinya Nabi. Disitulah perselisihan pertama terjadi pasca Nabi
wafat. Perselisihan tersebut berlanjut ke perselisihan kedua di Saqifah Bani
Sa’idah (aula Bani Sa’idah), pada saat kaum Anshar menuntut diadakannya
pemilihan Khalifah. Sikap kaum Anshar ini menunjukkan bahwa kaum Anshar lebih
memilih rasa kepedulian dalam hal berpolitik dibandingkan dengan kaum
Muhajirin. Dalam hal ini, setidaknya ada persaingan di antara kaum Anshar,
Muhajirin, dan Bani Hasyim.
Aturan – aturan yang jelas tentang pengganti Nabi tidak ditemukan, yang
ada hanyalah sebuah mandat yang diterima Abu Bakar menjelang wafatnya Nabi
untuk menjadi badal imam shalat. Sesuatu yang masih merupakan tanda tanya
terhadap mandat tersebut. Adakah suatu pertanda Nabi menunjuk Abu Bakar atau
tidak.
Dalam pertemuan tersebut, sebelum kaum Muhajirin datang, golongan
Khajraz telah sepakat mencalonkan Sa’ad bin Ubaidah, sebagai pengganti Rasulullah.
Akan tetapi, suku Aus belum menjawab atas pandangan tersebut, sehingga
terjadilah perdebatan diantara mereka dan pada akhirnya Sa’ad bin Ubaidah yang
tidak menginginkan adanya perpecahan mengatakan bahwa ini merupakan awal dari
perpecahan. Melihat situasi yang memanas, Abu Ubaidah mengajak kaum Anshar agar
bersikap tenang dan toleran, kemudian
Basyir bin Sa’ad Abi An-Nu’man bin Basyir berpidato dengan mengatakan agar
tidak memperpanjang masalah ini. Dalam keadaan yang sudah tenang ini, Abu Bakar
berpidato , “ini Umar dan Abu Ubaidah, siapa yang kamu kehendaki di antara
mereka berdua, maka bai’atlah”.
Baik Umar maupun Abu Ubaidah merasa keberatan atas ucapan Abu Bakar
dengan mempertimbangkan berbagai alasan, diantaranya adalah ditunjuknya Abu
Bakar sebagai pengganti Nabi dalam imam shalat dan ini membuat Abu Bakar lebih
berhak menjadi pengganti Rasulullah SAW. Sebelum keduanya membai’at Abu Bakar,
Basyir bin Sa’ad mendahuluinya, kemudian diikuti Umar dan Abu Ubaidah dan
diikuti secara serempak oleh semua hadirin.
Dari paparan diatas, terlihat bahwa Abu Bakar dipilih secara aklamasi, walaupun tokoh –
tokoh lain tidak ikut membai’atnya, misalnya Ali bin Abi Thalib, Abbas,
Thalhah, dan Zubair yang menolak dengan hormat. Mereka masih mempermasalahkan
diangkatnya Abu Bakar tersebut.
Selama enam bulan, Ali bin Abi Thalib dan beberapa orang
keluarganya tidak ikut mengucapkan
sumpah setia kepada pengangkatan Abu Bakar. Nabi mempunyai beberapa potong
tanah di Madinah dan di Khaybar. Putri beliau Fatimah dan Paman beliau Abbas,
telah menuntut dan hendak menguasai tanah-tanah itu. Tetapi Abu Bakar tidak
menerima dan membenarkan tuntutan itu berdasarkan keterangan yang pernah
diucapkan sendiri oleh Rasulullah SAW. (Noor,
2014:83)
“Kami, Nabi-Nabi tidak dapat diwarisi,” demikian
ucapan Rasulullah. Apapun yang kami tinggalkan kemudian menjadi kepunyaan
bersama (umat islam). Fatimah tidak mengetahui apa yang telah diucapkan oleh
ayahnya. Segala tuntutan itu telah menyebabkan terjadi salah pengertiannya.
Selama Fatimah sakit, Abu bakar
mengunjunginya dan menjelaskan permasalahan tersebut. Dan enam bulan setelah
pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah, Fatimah wafat. Kondisi ini membuat Ali
memutuskan datang kepada Abu Bakar untuk membicarakan masalah tanah. Perkataan
Ali kepada Abu Bakar membuat Abu Bakar berlinang air mata, kemudian menjawab
perkataan Ali. Mendengar pengakuan dan jawaban dari Abu Bakar membuat hati Ali
bin Abi Thalib merasa senang. Ia lalu masuk ke masjid dan dihadapan orang
banyak, Ali bin Abi Thalib segera mengucapkapkan sempah setia kepada Abu Bakar.
A.
Pemerintahan masa Khalifah Abu Bakar Ash
Shiddiq
Setelah
Abu Bakar menjadi khalifah pertama, menggantikan Rasulullah, maka khalifah
mengahadapi kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh sekelompok orang. Bagi
Abu Bakar sendiri, kesulitan itu sangat serius, mengingat masa pemerintahannya
berlangsung dalam masa transisi, yaitu suatu masa pergantian dari pemerintahan
yang langsung dipimpin Rasulullah SAW ke
masa pemerintahannya, yang belum memiliki pemahaman konkret tentang pelaksanaan
sebuah pemerintahan.
Oleh
sebab itu muncul berbagai kesulitan yang di hadapi Abu Bakar, antara lain:
1.
Penumpasan Kaum Murtad dan menghadapi
orang-orang yang tidak mau membayar zakat
Ketika
Rosulullah SAW wafat, maka banyak orang Arab yang kembali murtad.Seiring dengan
itu, banyak pula utusan orang-orang Arab berdatangan ke Madinah mengakui
kewajiban sholat namun mengingkari kewajiban zakat.Abu Bakar bersikap tegas
kepada mereka, dan merekapun ditumpasnya. Melihat hal ini, Umar pun berkata:
“Akhirnya aku sadari bahwa Allah telah melapangkan hati Abu Bakar untuk
memerangi mereka dan aku yakin itulah yang benar”.
2.
Memerangi Nabi Palsu
Disamping
banyak umat yang murtad dan menolak bayar zakat, ada pula beberapa orang yang
mengaku menjadi nabi, diantaranya yang paling berpengaruh adalah Musailamah
Al-Kadzab. Ia memiliki pengikut mencapai 40.000 personil dari kalangan Bani
Hanifah.Abu Bakar mengirim pasukan yang dipimpin Khalid bin Walid untuk
menumpas mereka. Dalam perang Yamamah yang hebat, Khalid bin Walid memperoleh
kemenangan yang besar.
Kesulitan
tersebut yang menghantui Abu Bakar diawal pemerintahannya. Menghadapi
kesulitan-kseulitan tersebut, maka Abu Bakar mengadakan permusyawaratan dengan
para sahabat dan kaum muslimin guna merumuskan tindakan yang harus di ambil
untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
Gerakan
keluar dari Islam (murtad) sudah ada sejak zaman Nabi. Diantaranya Musailamah
Al-Kadzab di Yamamah, Aswad al-‘Ansi di Yaman, Thalihah bin Khuwailid di suku
Asad, dan seorang perempuan dari suku Taimin bernama Sajjah di Jazirah. Nabi
pernah berniat mengirim pasukan untuk menumpas mereka. Sebelum itu terlaksana,
beliau wafat. (Ibrahim dan Saleh, 2014:102)
Mereka
adalah para pemimpin dan pembesar kaum yang menuntut kekuasaan. Tanpa pikir
panjang, kaum mereka juga memilih murtad. Selain itu mereka juga mengaku
dirinya sebagai Nabi ketika Rasulullah SAW masih hidup. Dan gerakan ini semakin
marak di berbagai daerah di Jazirah Arab setelah Abu Bakar resmi diangkat
menjadi Khalifah.
Dalam suasana permusyawaratan guna
merumuskan tindakan yang harus di ambil untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
itu, terdapat diantara kaum Muslimin yang berpendapat bahwa tidak akan dapat
memerangi bangsa Arab seluruhnya. Tetapi Abu bakar memutuskan akan menempuh
garis tegas, ia akan memerangi semua penyeleweng dan pembangkang, baik
orang-orang murtad, Nabi-Nabi palsu, maupun kelompok yang tidak mau membayar
zakat.
B.
Kebijakan – kebijakan pada masa Abu
Bakar Ash-Shiddiq
Dalam pemerintahannya sebagai
khalifah, Abu Bakar menyelesaikan berbagai kesulitan-kesulitan, terutama kesulitan
yang menyangkut dalam negeri dengan kebijakan yang dilakukannya,
kebijakan-kebijakan tersebut adalah:
1. Pengiriman
Pasukan Usamah
Sebelum
Rasulullah SAW wafat, beliau telah memberangkatkan Usamah bersama sepasukan
perang berjumlah 700 urang untuk berjalan menuju tanah Al-Balqa yang berada di
Syam. Setiba mereka di Dzi Khusyub, lembah yang jaraknya satu malam perjalanan
dari Madinah, terdengar berita wafatnya Rasulullah SAW. Keadaan ini membuat
orang-orang Arab disekitar Madinah murtad.
Akhirnya
banyak sahabat yang mengusulkan untuk menarik pulang pasukan Usamah karena
orang-orang Arab di sekitar Madinah menjadi murtad. Namun Abu Bakar menjawab
tegas bahwa tidak akan menarik kembali pasukan yang pernah di berangkatkan
Rasulullah. Abu Bakar pun tetap melanjutkan misi pasukan Usamah untuk menuju ke
negeri-negeri jajahan Byzantium.
Ternyata
keberangakatan pasukan Usamah membawa keuntungan besar waktu itu. Pasukan
Usamah berhasil mengalahakan dan membunuh pasukan Byzantium, lalu kembali ke
Madinah dengan selamat. Setelah melihat kekuatan dan kemenangan umat Islam ini,
suku-suku Arab yang dilewati yang sebelumnya berniat murtad segera mengurungkan
niat mereka.
Mengetahui
kekuatan Islam ini, Abu Bakar merealisasikan rencana dari hasil permusyawaratan
dengan para sahabat yaitu untuk memerangi semua penyeleweng dan pembangkang,
baik orang-orang murtad, Nabi-Nabi palsu, maupun kelompok yang tidak mau
membayar zakat. Abu Bakar membentuk sebelas pasukan yang dipimpin oleh, Khalid
bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah ibn Abi Jahl, Syurahbil ibn Hasanah.
Semua pasukan
berhasil menumpas gerakan murtad. Perang paling berdarah yang dialami para
sahabat adalah Perang Yamamah. Dimana umat Islam berhasil membunuh 20 ribu
murtad, namun pasukan muslim yang gugur 1200 orang, yang 400 diantaranya
Muhajirin dan Anshar yang hafal Al-Quran. Jumlah korban yang besar ini belum
pernah terjadi.
2. Membukukan
Al-Quran
Perang
melawan kaum murtad, utamanya Perang Yamamah, meninggalkan persoalan yang
serius. Hal ini dikarenakan kurang lebihnya 400 orang sahabat penghafal
Al-Quran yang gugur. Persoalan ini membuat gelisah Umar bin Khatthab karena
sampai saat itu Al-Quran masih tercecer di kalangan sahabat. Sebagian
menghafalkannya dan tak menulisnya, dan sebagian lagi menulisnya karena
ditugaskan Nabi. Tapi, belum ada sahabat yang memegang Al-Quran secara utuh,
baik berupa hafalan maupun tulisan. Jadi, mau tidak mau, langkah pengumpulan
harus dilakukan. Umar mengungkapkan kegelisahannya kepada Abu Bakar.
Atas
usulan Umar tersebut, Abu Bakar kemudian menyuruh seorang utusan untuk
memanggil Zaid ibn Tsabit. Abu Bakar kemudian berkata Perang Yamamah membuat
banyak sahabat mati syahid. Abu Bakar khawatir jika kejadian serupa akan
menimpa para penghafal Al-Quran di perang-perang lain. Itu tentu akan menghilangkan
sebagian besar Al-Quran, kecuali jika mereka mengumpulkannya.
Zaid ibn Tsabit
kemudian melaksanakan tugas tersebut dan meminta bantuan para sahabat untuk
mulai mengerjakan tugasnya. Zaid kemudian mulai mencari dan mengumpulkan
Al-Quran dari pelepah-pelepah kurma, batu-batu tipis, kulit atau daun, dan
hafalan dari sahabat. Inilah pengumpulan dan pembukuan pertama Al-Quran.
3. Penyebaran
Islam pada Masa Abu Bakar Ash Shiddiq
Setelah pergolakan dalam negeri
berhasil dipadamkan (terutama memerangi orang – orang murtad), Khalifah Abu
Bakar menghadapi kekuatan Persia dan Romawi yang setiap saat berkeinginan menghancurkan
eksistensi Islam. Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar mengirim pasukan tentara
Islam di bawah pimpinan Khalid bin Walid dari Mutsanna bin Haritsah dan
berhasil merebut daerah penting Irak dari kekuasaan Persia. Adapun untuk
menghadapi Romawi, Abu Bakar memilih empat panglima Islam terbaik untuk
memimpin beribu – ribu pasukan di empat front, yaitu Amr bin Al-Ash di front
Palestina, Yazid bin Abi Sufyan di front Damaskus, Abu Ubaidah di front Hims
dan Syurahbil bin Hasanah di front Yordania. Empat pasukan ini kemudian di
bantu oleh Khalid bi Walid yang bertempur di front Siria. Perjuangan pasukan –
pasukan tersebut dan ekspedisi – ekspedisi militer berikutnya untuk membebaskan
Jaziriah Arab dari penguasaan bangsa Romawi dan bangsa Persia, baru tuntas pada
masa pemerintahan Umar bin Khathab.
Keputusan – keputusan yang dibuat
oleh Khalifah Abu Bakar untuk membentuk beberapa pasukan tersebut, dari segi
tata negara, menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan panglima tertinggi
tentara Islam. Hal seperti ini juga berlaku pada zaman modern, yaitu seorang
kepala negara atau presiden juga sekaligus sebagai panglima tertinggi angkatan
bersenjata.
Di
segi lain, fakta historis tersebut menunjukkan pula bahwa kepemimpinannya telah
lulus ujian menghadapi berbagai ancaman dan krisis yang timbul, baik yang
berasal dari dalam maupun dari luar. Artinya ia telah sukses membangun pranata
sosial politik dan pertambahan keamanan pemerintahannya. Dengan kata lain, ia
berhasil memobilitasi segala kekuatan yang ada untuk menciptakan pertahanan dan
keamanan negara Madinah, menggalang persatuan umat Islam, mewujudkan keutuhan
dan keberlangsungan negara Madinah dan Islam, menghimpun ayat-ayat Al-Quran
yang masih berserakan menjadi satu mushaf. Keberhasilan ini tentu karena adanya
kedisiplinan, kepercayaan, dan ketaatan yang tinggi dari rakyat terhadap
integritas kepribadian dan kepemimpinannya.
C. Faktor
Keberhasilan Khalifah Abu Bakar
Faktor
keberhasilan yang lain adalah dalam membangun pranata sosial di bidang politik
dan pertahanan keamanan. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sikap
keterbukaannya, yaitu memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada tokoh –
tokoh sahabat untuk ikut membicarakan masalah sebelum ia mengambil keputusan
melalui forum musyawarah sebagai lembaga legislatif. Hal ini mendorong para
tokoh sahabat, dan umat Islam umumnya berpartisipasi aktif untuk melaksanakan
berbagai keputusan yang dibuat.
Adapun tugas – tugas eksekutif ia
delegasikan kepada para sahabat, baik untuk pelaksanaan tugas – tugas
pemerintahan di Madinah maupun pemerintahan di daerah. Untuk menjalankan tugas
– tugas pemerintahan di Madinah, ia mengangkat Ali bin Abi Thalib, Utsman bin
Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai katib (sekretatis), dan Abu Ubaidah sebagai
bendaharawan untuk mengurus Baitul Mal. Di bidang kemiliteran, ia
mengangkat panglima – panglima perang sebagaimana disebut di atas. Untuk tugas
yudikatif, ia mengangkat Umar bin Khathab sebagai hakim agung.
Adapun urusan pemerintahan di luar
kota Madinah, Khalifah Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum negara Madinah
menjadi beberapa provinsi, dan pada setiap provinsi, ia menugaskan seorang amir
atau wali (semacam jabatan gubernur):
1.
Itab bin Asid, amir untuk Mekah, amir
yang diangkat pada masa Nabi
2.
Utsman bin Abi Al-Ash, amir untuk Thaif,
amir yang diangkat pada masa Nabi
3.
Al-Muhajir bin Abi Umayah, amir untuk
San’a
4.
Ziad bin Labid, amir untuk Hadramaut
5.
Ya’la bin Umayah, amir untuk Khaulan
6.
Abu Musa Al-Asy’ari, amir untuk Zubaid
dan Rima
7.
Muaz bin Jabal, amir untuk Al-Janad
8.
Jarir bin Abdullah, amir untuk Najran
9.
Abdullah bin Tsur, amir untuk Jarasy
10. Al-Ula
bin Al-Hadrami, amir untuk Bahrain
11. Dan
untuk Irak dan Syam (Syria) dipercayakan kepada para pemimpin militer sebagai wulat al-amr.
Para
amir tersebut juga bertugas sebagai pemimpin agama, juga (seperti imam dalam
shalat), menetapkan hukum dan menjelaskan undang – undang. Artinya seorang amir
disamping sebagai pemimpin agama, juga sebagai hakim dan pelaksana tugas
kepolisian. Namum demikian,setiap amir diberi hak untuk mengangkat pembantu –
pembantunya seperti katib, ‘amil dan sebagainya.
D.
Wasiat Abu Bakar Terhadap Khalifah Umar
Ath-Thabari,
Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar RA khawatir kaum
muslimin berselisih pendapat sepeninggal beliau dan tidak memperoleh kata
sepakat. Maka Abu Bakar meminta pendapat para tokoh sahabat mengenai
penggantinya kelak. Setelah mengetahui kesepakatan mereka tentang keutamaan dan
kelayakan Umar R.a, beliau pun keluar menemui orang banyak seraya
memberitahukan bahwa ia telah mengerahkan segenap usaha untuk memilih
penggantinya kelak. Kepada khalayak, Abu Bakar meminta agar mereka menunjuk
Umar Ra. sebagai Khalifah sepeninggalnya kelak. Mereka semua menjawab, Kami
dengar dan kami taat. Jadi penunjukan Umar ra sebagai khalifah bukanlah
berdasarkan keinginan Abu Bakar semata, akan tetapi merupakan hasil dengar
pendapat dan rekomendasi dari para tokoh sahabat. Jadi sekali lagi, ini
merupakan hasil syura dari Ahlul Halil wal Aqdi. Adapun perkataan Abu Bakar
dihadapan khlayak adalah sebagai pengumuman hasil keputusan yang sah dan harus
dipatuhi oleh kaum muslimin.
Akhir
pemerintahan Abu Bakar Ash Shiddiq
Kala Abu
Bakar merasa ajalnya sudah dekat, Abu Bakar ingin menentukan penggantinya karena khawatir
timbul perselisihan di antara Umat Islam. Pikirannya tertuju pada sosok Umar.
Abu Bakar mendiskusikan pilihannya dengan sejumlah sahabat terkemuka seperti Abdurrahman
ibn ‘Auf, Utsman ibn ‘Affan, Sa’id ibn Zaid, Usayd ibn Hudhayr, dan beberapa
sahabat Anshar dan Muhajirin lainnya.
Setelah
berdiskusi, mereka sepakat pencalonan Abu Bakar terhadap Umar. Pada mulanya ada
beberapa sahabat yang menolak karena mempertimbanagkan sikap Umar yang terlalu
keras, tak kenal kompromi, dan karakternya yang meletup-letup. Namun mereka
akhirnya sepakat setelah Abu Bakar memberikan penjelasan yang memuaskan akal
dan hati.
Setelah
mendapat persetujuan dari mereka, Abu Bakar meminta keluarganya untuk
membopongnya ke arah orang-orang yang tengah berkumpul di masjid. Dari jendela
kamar yanag mengarah ke masjid, ia bertanya kepada orang-orang tentang
pilihannya memilih Umar ibn Khatthab sebagai penggantinya. Dan secara serentak
orang-orang yang berkumpul di masjid itu menjawab setuju dan akan patuh dan
taat.
Hari berikutnya, Abu Bakar wafat
dan pada saat belum meninggal beliau berwasiat agar jenazahnya
dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di
samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan
mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah
putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah
bin Ubaidillah.
SUMBER:
Supriyadi,
Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam.
Bandung: Pustaka Setia
Noor, Yusliani.
2014. Sejarah Timur Tengah(Asia Barat
Daya). Yogyakarta: Penerbit Ombak
Ibrahim,
Qasim A dan Muhammad A Saleh. 2014. Sejarah
Islam : Jejak Langka Peradaban Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini.
Jakarta : Zaman
No comments:
Post a Comment