ALAM PIKIRAN YUNANI
Zaman Kuno atau
Alam Pikiran Yunani adalah sebuah masa di mana pemikiran filsafat pada zaman
ini disebut kosmosentris para filosof pada masa ini mempertanyakan asal-usul alam semesta dan jagat raya.
A. Pemikiran
filsafat pada Zaman Kuno
Ciri
yang menonjol dari filsafat Yunani Kuno di awal kelahirannya adalah
ditujukannya perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai
ikhtiar guna menemukan sesuatu asas mula (arche) yang merupakan unsur awal
terjadinya segala gejala. Thales (640-550 SM) menyimpulkan bahwa air
merupakan arche (asas mula) dari segala
sesuatu, pendapatnya ini didukung oleh
kenyataan bahwa air meresapi seluruh
benda-benda dijagat raya ini. Anaximander (611-545 SM) meyakinibahwa
asas mula dari segala sesuatu adalah apeiron yaitu segala sesuatu yang tidak
terbatas. Anaximenes (588-524 SM) mengatakan bahwa asas mula segala sesuatu itu
adalah udara, keyakinannya ini didukung oleh keyataan bahwa udara merupakan
unsur vital kehidupan.
Filsafat
Yunani yang telah berhasil mematahkan berbagai mitos tentang kejadian dan asal
usul alam semesta, dan itu berarti dimulainya tahap rasionalisasi pemikiran
manusia tentang alam semesta. Filosof yang mengembangkan filsafat pada zaman
Yunani yang begitu ramai dipersoalkan
sepanjang sejarah filsafat adalah
Socrates. Socrates (470-399 SM) tidak meemberikan suatu ajaran yang sistematis, ia langsung
menerapakan metode filsafat langsung dalam kehidupan sehari-hari. Metode
berfilsafat yang diuraikannya disebut “dialektika” yang berarti
bercakap-cakap,disebut demikian karena dialog atau wawancara mempunyai peranan
hakiki dalam filsafat Socrates. Socrates sendiri menyebut metodenya itu “seni
kebidanan”, artinya fungsi filosof hanya membidani lahirnya pengetahuan.
Socrates sendiri tidak menyampaikan pengetahuan, tetapi dengan
pertanyaan-pertanyaannya ia membidani pengetahuan yang terdapat dalam jiwa orang lain. Dan dengan pertanyaan lebih
lanjut ia menguji nilai pikiran-pikiran yang sudah dilahirkan.
Plato
(428-348 SM) adalah murid Socrates dikenal sebagai filosof dualism, artinya ia
mengakui adanya dua kenyataan yang
terpisah dan berdiri sendiri, yaitu dunia ide dan dunia bayangan (indrawi).
Dunia ide adalah dunia yang tetap dan abadi, didalamnya tidak ada perubahan,
sedangkan dunia bayangan (indrawi) adalah dunia yang berubah, yang mencakup
benda-benda jasmani yang disajikan kepada indra. Bertitik tolak dari
pandangannya ini, Plato mengajarkan adanya dua bentuk pengenalan. Di satu pihak
ada pengenalan ide-ide yang merupakan
pengenalan dalam arti yang sebenarnya. Pengenalan ini mempunyai
sifat-sifat yang sama seperti objek-objek yang menjadi arah pengenalan yang sifatnya teguh, jelas,
dan tidak berubah. Di pihak lain ada pengenalan tentang benda-benda jasmani.
Pengenalan ini mempunyai sifat-sifat tidak tetap, selau berubah.
Pemikiran
filsafat Yunani mencapai puncaknya pada murid Plato yang bernama Aristoteles.
Ia mengatakan bahwa tugas utama ilmu pengetahuan ialah mencari
penyebab-penyebab objek diselidiki. Kekurangan utama para filosof sebelumnya yang sudah menyelidiki
alam adalah bahwa mereka tidak memeriksa semua penyebab. Aristoteles berpendapat
bahwa tiap-tiap kejadian mempunyai empat sebab yang semuanya harus disebut,
bila manusia hendak memahami proses kejadian segala sesuatu. Keempat penyebab
itu menurut Aristoteles adalah:
a) Penyebab material (material cause):
inilah bahan dari mana benda dibuat. Contoh kursi dibuat dari kayu.
b) Penyebab formal (formal cause):
inilah bentuk yang menyusun bahan. Contoh Desain meja ditambah pada kayu,
sehingga kayu menjadi sebuah kursi.
c) Penyebab efisien (efficient cause):
inilah sumber kejadian, ini merupakan factor yang menjalankan kejadian. Contoh,
tukang kayu yang membuat sebuah kursi.
d) Penyebab final (final cause): ini.ah
tujuan yan menjadi arah seluruh kejadian. Contoh, kursi dibuat supaya orang
dapat duduk diatasnya.
B.
Bentuk Pola atau Irama Gerak Sejarah
Alam pikiran Yunani menjadi dasar
alam pikiran Barat. Salah satu sendi penting adalah anggapan tentang manusia
dan alam. Pada dasarnya, alam raya sama dengan alam kecil, yaitu manusia,
makrokosmos sama dengan mikrokosmos. Kosmos menunjukkan bahwa alam itu teratur
dan di alam itu, hukum alam berkuasa. Cosmos bukan chaos atau kekacauan. Hukum
yang berlaku dalam makro dan mikrokosmos adalah hukum fatum. Fatum adalah
kodrat atau nasib, alam raya dan alam manusia atau sesuatu yang sudah
dipastikan oleh alam atau dikuasai oleh nasib (qodar). Perjalanan alam semesta
sama halnya dengan kehidupan alam manusia yang ditentukan oleh nasib. Matahari
terbit di sebelah timur, terbenam di sebelah barat, begitu bulan, bintang,
manusia, dan sebagainya tidak dapat menyimpang dari jalan yang sudah ditentukan
oleh nasib. Kalau terjadi penyimpangan akan terjadi kekacauan atau chaos. Gerak sejarah pada hukum fatum ini ialah
bergerak secara siklus dan semua peristiwa atau melingkar. Setiap
peristiwa akan terjadi lagi, terulang
lagi.
Arti hukum siklus adalah bahwa setiap
kejadian atau peristiwa tertentu akan terulang (sikuls A, B dan C). Seperti
matahari yang setiap pagi terbit, demikian pula setiap peristiwa akan terulang
kembali. Oleh karena itu terdapat dalil bahwa di dunia tidak terdapat sesuatu
(peristiwa) yang baru, segala sesuatu berulang menurut hukum siklus.
Hukum
siklus di Indonesia disebut Cakra Manggilingan. Arti Cakra manggilingan adalah bahwa manusia
tidak dapat melepaskan diri dari cakram itu, bahwa segala kejadian atau peristiwa
berlangsung dengan pasti (Sutrasno,60-61). Cakram adalah lambang nasib (qadar)
yang berputar terus serba abadi tanpa henti putusnya. Manusia terikat dengan
cakram itu, hidup bergerak naik turun seirama dengan gerak irama cakram di
jagat raya, sesuai dengan gerak cakram jagat kecil. Nasib (qadar) adalah
kekuatan tunggal yang menentukan gerak sejarah, manusia hanya menjalani dan
menjalankan qadarnya.
Zaman lampau telah terjadi menurut
kodrat alam, terlaksana menurut qadar. Zaman yang akan datang akan terjadi
seperti telah dikodratkan manusia tidak akan dapat mengubah qadar itu. Qadar,
nasib atau fatum bagi alam fikiran Yunani merupakan kekuatan tunggal. Oleh
karena itu kejadian atau peristiwa sejarah dari masa itu melukiskan kejadian
atau peristiwa yang tergantung pada qadar. Sifat dari cerita gerak sejarah
ialah realistis menurut kenyataannya yang terjadi.
C. Motor yang
Menjadi Sumber Gerak Sejarah
Pemikiran
Filsafat sejarah spekulatif pada Zaman kuno atau Alam pikiran Yunani ini gerak
sejarahnya bergerak secara melingkar atau gerak siklus. Setiap kejadian atau
peristiwa akan terjadi lagi, terulang lagi.
Motor
yang menjadi sumber proses atau gerak
sejarah pada Alam pikiran Yunani adalah nasib (qadar). Perjalanan alam semesta
sama halnya dengan kehidupan alam manusia yang ditentukan oleh nasib. Matahari
terbit di sebelah timur, terbenam di sebelah barat, begitu bulan, bintang,
manusia, dan sebagainya tidak dapat menyimpang dari jalan yang sudah ditentukan
oleh nasib. Kalau terjadi penyimpangan akan terjadi kekacauan atau chaos.
Perjalanan ini semua ditentukan hukum alam. Semboyannya “amor fati” artinya cintailah nasibmu.
Manusia harus tunduk pada nasib.
D. Arah dan
Tujuan dari Gerak Sejarah
Gerak sejarah pada masa Alam pikiran Yunani ini adalah bergerak
secara siklus atau melingkar yang berarti bahwa setiap kejadian atau peristiwa
akan terulang lagi dan terjadi. Gerak sejarah yang berputar – putar, berulang –
ulang, dan tidak ada sesuatu yang baru. Tiap – tiap kejadian, tiap – tiap
peristiwa, tiap – tiap fakta tentu dan pasti akan terjadi lagi seperti yang
sudah – sudah. Jadi gerak
sejarah pada masa Alam pikiran Yunani ini Tidak Memiliki arah dan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA:
Tamburaka, Rustam E. 1999. Pengantar
Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat dan IPTEK. Jakarta :
Rineka Cipta.
Hasbullah, Moeflih dan Dedi
Supriyadi. 2012. Filsafat Sejarah.
Bandung: Pustaka Setia.
Ali, R. Moh. 2005. Pengantar
Ilmu Sejarah Indonesia. Bandung: PT LKiS Pelangi Aksara
No comments:
Post a Comment